Benarkah Gaji Suami Untuk Isteri dan Gaji Isteri Milik Isteri Sendiri???

  • 05:50 WITA
  • Administrator
  • Artikel

BENARKAH UNGKAPAN “GAJI SUAMI MILIK ISTERI DAN GAJI ISTERI MILIK ISTERI SENDIRI”?

 

            Dalam kehidupan berumahtangga pada masyarakat dewasa ini, kita sering mendengar ungkapan dari para isteri, khususnya mereka yang juga bekerja atau berkarier dan memiliki penghasilan sendiri, bahwa “gaji suami milik isteri dan gaji isteri miliknya sendiri”. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa suami memiliki kewajiban menafkahi isteri dan anak-anak sehingga wajib memberikan gaji pada isterinya, sementara disisi lain sang isteri tidak memiliki kewajiban dalam manafkahi suaminya, sehingga mereka tidak berkewajiban menyerahkan gaji pada suaminya. Apakah ungkapan seperti ini sesuai dengan tuntunan dalam agama Islam?

            Nafkah bagi isteri dan anak, memang merupakan sebuah kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah SWT bagi para suami. Namun apakah itu berarti bahwa semua gaji/ penghasilan suami secara keseluruhan mutlak menjadi milik isteri?. Sebuah hadis dari ‘Aisyah, r.a. menceritakan tentang seorang isteri bernama Hindun binti Abu Sufyan yang mencuri uang dari dompet suaminya dikarenakan suaminya Abu Sufyan memiliki sifat yang sangat pelit. Kejadian itu kemudian disampaikan pada Nabi SAW, lalu Beliau berkata “Ambillah secukupnya untuk kebutuhanmu dan anak-anakmu” (H.R. Bukhari, dll).

            Hadis tersebut di atas, menunjukkan bahwa hak isteri dari harta suaminya adalah sesuai dengan kebutuhan isteri dan anak anaknya. Menurut beberapa ulama, kebutuhan isteri disesuaikan dengan ukuran kebiasaan masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu, mengambil uang suami melebihi batas kebutuhan dan tanpa sepengetahuan suami, tetap dikategorikan mencuri dan merupakan perbuatan dosa.

            Atas dasar hal itu, tidaklah benar ungkapan yang mengatakan “gaji suami adalah milik isteri”, dikarenakan hak para isteri hanya sebatas kebutuhannya dan kebutuhan anak-anaknya saja, sehingga sisa atau kelebihan yang ada dari gaji suami tetaplah menjadi hak dan milik suami itu sendiri. Adapun tradisi masyarakat dimana suami memberikan seluruh gaji/ penghasilan kepada isteri, merupakan “kebaikan hati suami” yang harus disyukuri para isteri, sekaligus merupakan “amanah” bagi para isteri untuk dipergunakan secara baik dan bertanggungjawab.

            Terkait dengan gaji/penghasilan seorang isteri, perlu diingat bahwa mencari nafkah bagi isteri bukanlah merupakan sebuah kewajiban dari Allah SWT. Adapun tentang boleh atau tidaknya sangat tergantung dari suami apakah memberinya izin atau tidak. Dan atas dasar adanya izin dari suami itulah kemudian seorang isteri dimungkinkan oleh agama untuk bekerja mencari nafkah. Seorang suami memiliki hak untuk mencabut izin dari isterinya jika suami menilai bahwa izin yang diberikan itu disalahgunakan atau menjadikan sang isteri melalaikan kewajiban-kewajiban utamanya sebagai isteri dan ibu rumah tangga. Dan karena gaji/ penghasilan yang didapatkan oleh isteri dari pekerjaannya sangat bergantung pada izin yang diberikan oleh suami, maka sangat tepat jika dipahami bahwa dalam gaji/penghasilan isteri tersebut juga terdapat hak suami, karena sang isteri tentu tidak akan mendapatkan itu semua tanpa izin dan restu dari suaminya.

            Atas dasar hal itu pula, tidaklah sepenuhnya benar ungkapan yang mengatakan bahwa “gaji/penghasilan isteri adalah milik isteri sendiri”. Akan tetapi, merupakan ungkapan yang sangat bijak jika dikatakan bahwa “gaji/penghasilan isteri adalah harta bersama antara suami dan isteri”. Dan seorang isteri yang rela dan bersedia memberikan semua gaji/penghasilan yang dimilikinya untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga, juga merupakan “kebaikan hati isteri” yang harus pula disyukuri oleh sang suami.

            Dengan pemahaman bahwa “Dalam gaji/penghasilan suami ada hak isteri, dan dalam gaji/penghasilan isteri ada hak suami”, akan tercipta situasi saling menghargai dan saling mendukung satu sama lain, dan pada gilirannya akan menjadi pilar yang kokoh dalam membangun sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah... Wallahu A’lam..