Suami / Ayah adalah "Manager" Dalam Rumah Tangga

  • 05:48 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Suami dan Ayah adalah “Pemimpin” dalam arti “Manager” bagi Keluarga

(“Arrijaalu Qawwamuuna ‘alan Nisaa” Q.S. An-Nisa ayat 34 )

 

Menyambung pengertian Pemimpin dalam Q.S. An-Nisa Ayat 34, yang banyak disalahpahami oleh kalangan suami, disebabkan kata pemimpin dalam ayat ini hanya dipahami dalam perspektif hak saja, maka selain dipahami sebagai “pelindung” sebagaimana pernah dibahas dalam kolom ini, pemimpin dalam perspektif kewajiban juga dapat didefinisikan sebagai “Manager” bagi keluarganya.

Dalam definisi “manager” ini, suami atau ayah dalam rumahtangga adalah merupakan pihak yang paling bertanggungjawab terhadap situasi pasang surut keluarganya. Sebagai sebuah teamwork, kita sering menyaksikan sebuah tim sepakbola yang memenangkan kejuaraan, maka dalam hal ini manager adalah pihak yang paling banyak menuai pujian. Namun sebaliknya, jika tim yang dipimpinnya kalah atau gagal dalam meraih kejuaraan, maka manager pulalah yang paling banyak menuai cacian karena dia dinilai sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas kekalahan yang diderita oleh timnya.

Demikian pula peran seorang laki-laki baik sebagai suami maupun ayah dalam rumah tangganya. Keberhasilan atau kegagalan membangun sebuah rumah rumahtangga akan sangat ditentukan dari kapabilitas managerial seorang laki-laki dalam peranannya sebagai suami ataupun ayah. Oleh karena itu, seorang laki-laki sebelum memutuskan untuk membangun sebuah biduk rumahtangga, sudah seharusnya memahami prinsip-prinsip dasar Islam dalam managemen kehidupan, yang juga dapat diterapkan dalam me-manage rumahtangga.

Prinsip pertama ; Syahadah,  dalam bahasa indonesia berarti persaksian/menyaksikan, penglihatan atau pandangan, atau dalam etimologi managemen profesional, sebagaimana dikemukakan Robert G. Terry dalam The Principal of Management,  dikenal juga dengan sebutan Visi dan Misi atau Perencanaan (Planning).

Seorang suami atau ayah yang baik, harus mampu membangun visi dan misi yang baik bagi rumah tangganya. Jika dalam pandangan agama, visi keluarga ialah membangun ikatan dan rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah. Maka seorang suami atau ayah dituntut untuk membangun misi, atau program yang bertahap dalam mencapai visi atau syahadah tersebut bagi rumahtangganya. Program pencapaian visi, dalam managemen professional, tentu saja menyangkut analisis SWOT, yaitu Stregth (kekuatan), Weakness (Kekurangan), Opportunity (Peluang) dan Treathness (Tantangan). Seorang suami atau ayah, sebagai peminpin dalam arti manager, harus memahami betul apa kekuatan dan kekurangan yang dimiliki oleh rumahtangganya, kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, yang dimiliki oleh isteri dan anak-anaknya, serta dituntut untuk mampu menganalisa peluang dan tantangan yang mungkin didapatkan dan dihadapi oleh rumahtangga yang dibinanya. Dengan demikian, penyusunan program dan pelaksanaannya sebagai sebuah misi untuk mencapai keluarga Sakinah, Mawaddah wa Rahmah yang merupakan visi rumahtangga, nantinya dapat dimanage dengan baik khususnya oleh suami atau ayah. Jika sorang suami atau ayah tidak mampu mengetahui SWOT (anggota) rumahtangganya, apalagi tidak memiliki program (misi) yang jelas dalam rangka mencapai visi tersebut, sehingga rumahtangga dibiakan mengalir tanpa arah dan tujuan yang jelas, maka kecil kemungkinan dia akan mampu membawa rumahtangganya untuk mencapai visi keluarga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah.

Prinsip kedua ; Sholat, yaitu sebuah ibadah yang memiliki ketentuan ketentuan dasar yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Sebagai ibadah, sholat memiliki ketentuan-ketentuan dasar, yang dikenal dengan istilah rukun sholat, diantaranya membaca Surah al-Fatihah dan surah lain sesudahnya. Sholat juga mengajarkan tentang keharusan makmum untuk mengikuti bacaan dan gerakan imam, bagaimana memilih imam yang baik dan bagaimana jika imam berhalangan karena wudhunya batal, dimana posisi sholat yang baik bagi wanita dan anak-anak dan segala macam ketentuan lainnya.

Jika dianalisa secara cermat, sesungguhnya sholat mengajarkan kepada kita bentuk-bentuk peng-organisasi-an yang baik. Kewajiban membaca surah al-fatihah sebagai rukun dalam sholat, mengajarkan perlunya disepakati aturan dasar (anggaran dasar) dalam rumahtangga, seperti menetapkan apa yang menjadi kewajiban utama masing masing anggota dalam rumahtangga. Sebuah rumahtangga dimana masing-masing anggotanya tidak memahami apa yang menjadi kewajiban dan tanggungjawabnya, akan berpotensi memunculkan konflik antar anggota, baik secara horizontal (suami – isteri) maupun vertikal (orangtua – anak). Oleh karena itu seorang suami atau ayah sebagai pemimpin atau manager dalam rumahtangganya, diharuskan mampu memahami kewajibannya dan kewajiban masing masing anggota rumahtangganya, sekaligus mampu memberi pengertian dan pemahaman yang baik tentang kewajiban dan tanggungjawab masing-masing kepada anggota keluarganya tersebut. Pengorganisasian sholat juga mengajarkan bahwa selama dalam koridor yang benar, seorang suami atau ayah sebagai imam, perkataan dan perbuatannya harus diikuti oleh para makmumnya. Tidaklah benar jika seorang imam melakukan gerakan sujud, lantas makmumnya masih asik berdiri atau membuat gerakan sendiri, sehingga membatalkan posisinya sebagai makmum. Selama dalam melaksanakan misi untuk mencapai visi rumahtangga, maka isteri maupun anak, diwajibkan untuk selalu patuh pada perkataan dan arahan suami atau ayah sebagai imam dalam pengorganisasian rumah tangga. Dalam prinsip managemen professional, hal ini dikenal dengan istilah prinsip Organizing.

 

Sambungan :

 

                Prinsip Ketiga ; Zakat, ialah ibadah yang bersenentuhan langsung dengan orang lain, sehingga bagaimana kita bersikap dan berbuat dalam pelaksanaan zakat ini akan memiliki efek langsung terhadap orang lain dan diri kita. Oleh karena itu itu, ibadah zakat sangat dituntut khususnya pada  tatanan aplikasi, bukan pada sekedar konsep atau teori. Seorang fakir yang sedang kelaparan, tidak akan hilang rasa lapar yang dia miliki dengan “taushiyah”atau ceramah tentang zakat dan shodaqoh, kan tetapi bertindak langsung dengan memberikan bantuan berupa makanan atau uang, hal itulah yang justru akan dapat menghilangkan rasa lapar yang dimiliki oleh si fakir. Demikian halnya dalam rumah tangga, sehebat apapun perencanaan yang dibangun dalam rumahtangga, se-ideal apapun tugas, hak dan tanggung jawab masing-masing anggota yang dibangun dalam keluarga, tetapi masing-masing pihak di dalam nya tidak melaksanakan apa yang telah dibangun dan direncanakan itu, maka rumah tangga akan selalu jalan di tempat dan syahadah (baca: planning) serta sholat (baca; organizing) tidak akan tercapai dan menjadi sia-sia. Dalam hal ini, suami sebagai pemimpin dalam pegertian manager, harus mampu menjadi imam atau leader yang bertanggungjawab atas pelaksanaan semua itu. Dan dalam konsep managemen, ibadah zakat ini diidentikkan dengan prinsip Actualizing (aplikasi/tindakan)

 

                Prinsip ke-empat : Puasa, ialah ibadah yang mengajarkan tentang pengendalian diri, khususnya pada hal-hal yang sifatnya dihalalkan, terlebih pada hal-hal yang sifatnya diharamkan. Makan nasi atau minum air putih itu dihalalkan, tetapi kita diperintahkan untuk mampu menahan dan mengendalikan diri pada makanan serta minuman itu disaat berpuasa. Demikan halnya dalam membangun rumah tangga. Tidak jarang, dalam pelaksanaan (baca: Actualizing) kehidupan berumahtangga, ada hal-hal yang boleh dilakukan, akan tetapi hal itu tidak berhubungan atau bahkan mungkin bertentangan dengan syahadah (baca: planning) serta sholat (baca; organizing) yang telah dibangun, maka fungsi pengendalian dalam hal ini menjadi sangat penting. Demikian halnya jika ada salah satu pihak atau anggota dalam rumah tangga yang lupa atau tidak menjalankan tugas dan tanggungjawabnya, maka suami atau ayah sebagai manager memiliki kewajiban untuk mengingatkan dan mengarahkan setiap anggotanya, sebagai fungsi pengawasan dalam keluarganya. Hal ini dalam konsep manageman dikenal dengan prinsip Controlling (Pengendalian/pengawasan)

 

                Dan prinsip ke-lima : Haji, ialah ibadah yang mengajarkan tentang sebuah refleksi atas peristiwa-perisiwa masa lalu. Tawaf adalah sebuah ibadah yang memiliki gerakan memutari ka’bah berlawanan dengan arah jarum jam. Sa’i adalahibadah yang mengajak kita kembali mengenang peristiwa Siti Hajar ketika mencari air untuk puteranya Ismail. Melontar Jumrah, sebagai simbol sejarah melempari syaithon yang berusaha menggoda dan menggagalkan Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih puteranya Ismail, serta Wukuf di padang Arafah kembali mengingatkan kita pada sejarah nenek moyang kita Nabi Adam dan Siti Hawa ketika dilantik sebagai pasangan suami-isteri di Jabal Rahmah, dimana semua ritual dalam ibadah Haji mengingatkan kita tentang refleksi peristiwa masa lampau. Dan dalam rumah tangga, oleh ritual ibadah haji, seorang suami atau ayah sebagai manager diajarkan untuk selalu ber-muhasabah atas setiap perjalanan dalam rumahtangganya, apakah sudah sesuai, sudah mengarah atau bahkan sudah mencapai visi dan misi atau syahadah (baca: planning) yang telah ditetapkan sebelumnya bagi rumah tangga yang dibinanya atau belum. Adalah merupakan tanggungjawab seorang suami/ayah, untuk selalu mengecek dan ricek, atas perjalan bahtera rumahtangga yang dinahkodainya, sehingga pada akhirnya (diharapkan) dapat mencapai tujuan sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam, yaitu keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.. Dan dalam konsep managemen, hal ini dikenal dengan prinsip Evaluation...

 

Syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji, adalah merupakan fondasi yang sangat medasar dalam membangun ke-Islaman seorang mu’min. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dasar managemen di atas, yang bisa jadi direduksi dari ke-lima rukun Islam tersebut, akan menjadi fondasi yang sangat menentukan, kuat atau tidaknya bangunan rumahtangga yang akan dibangun oleh seorang suami/ayah sebagai pemimpin dalam arti manager bagi seluruh anggota keluarganya... Wallahu A’lam